membaca tulisan salam tersebut maka wajib segera menjawab salamnya dengan lafadz (ucapan) bukan menjawab secepatnya dengan tulisan.

. : وهذا الرد واجب على الفور وكذا لو بلغه سلام فى ورقة من غائب وجب عليه ان يرد السلام باللفظ على الفور إذا قرأه اهـ "


Jawaban salam ini juga wajib secepatnya saat datang pada seseorang sebuah tulisan salam dari orang yang jauh, wajib baginya menjawab salam dengan lafadz secepatnya bila ia membacanya" Al-adzkaar li annawaawy 221.Menjawab salam melalui tulisan bsa dg tulisan bisa dg ucapan.sumber i'anatuth Thoolibiin

ADA BERAPAKAH SEMUA HURUF AL QUR'AN


ADA 1.025.000

Al-Imam safi’i dalam kitab Majmu alUlum wa Mathli ’u an Nujum dandikutip oleh Imam Ibn ‘Arabi dalammukaddimah al-Futuhuat al Ilahiyahmenyatakan jumlah huruf-hurufdalam Al Qur ’an diurut sesuaidengan banyaknya: Alif : 48740huruf, Lam : 33922 huruf, Mim :28922 huruf, Ha ’ : 26925 huruf, Ya’ :25717 huruf, Wawu : 25506 huruf,Nun : 17000 huruf, Lam alif : 14707huruf, Ba ’ : 11420 huruf, Tsa’ : 10480huruf, Fa’ : 9813 huruf, ‘Ain : 9470huruf, Qaf : 8099 huruf, Kaf : 8022huruf, Dal : 5998 huruf, Sin : 5799huruf, Dzal : 4934 huruf, Ha : 4138huruf, Jim : 3322 huruf, Shad : 2780huruf, Ra ’ : 2206 huruf, Syin : 2115huruf, Dhadl : 1822 huruf, Zai : 1680huruf, Kha ’ : 1503 huruf, Ta’ : 1404huruf, Ghain : 1229 huruf, Tha’ : 1204huruf dan terakhir Dza’ : 842 huruf.Jumlah total semua huruf dalam al-Qur ’an sebanyak 1.027.000 (satujuta dua puluh tujuh ribu). Jumlahtotal ini sudah termasuk jumlahhuruf ayat yang di-nusakh

tapi kemudian dalam kitab SHOWI syarah tafsir JALALAIN pada jilid I hal 7ini isinya ""Ketahuilah bahwa AL-QURAN terbagi menjadi empat bagian :1. sebagian adalah surat NASIKH yaitu 6 surah2. sebagian adalah surat MANSUKH yaitu 40 surat3. sebagian adalah surat NASIKH dan MANSUKH yaitu 55 surat4. sebagian adalah surat yang tidak berNASIKH dan MANSUKH yaitu 43 surat

dan hurufnya adalah 1.025.000 ayat beda dengan keterangan kitab awal mungkin diringkas dari ayat nasikh misal ayat yang berulang dihitung satu kali. misal ayat ayat 3 dan 5 surat AL-KAFIRUN atau ayat yang diulang-ulang di surat AR-ROHMAN.. atau huruf tasydid yang dihitung dua atau satu huruf...wallohu 'alam

Menurut ahli Al-Quran, M. Quraisy Shihab, kitab yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ini memiliki 77.439 kata dengan jumlah huruf sebanyak 323.015. terdapat perbedaan mengenai jumlah ayat, yaitu 6.000 ayat, 6.321 ayat, 6.616 ayat.

Tapi didalam kitab Dalailul Khairat karangan Muhammad bin Sulaiman Al-Jajuli. Disana ada keteranngan bahwa Kalimat = 19300 dan Huruf = 232671

وعدة حروف القرآن ألف ألف وخمسة وعشرون الفا ودرج الجنة على قدر ذلك وبين الدرجتين خمسمائة عام وعدة اياته ستة آلاف وستمائة وستون تفسير الصاوي جزأ 1 ص 7

TAPI ADA YANG MENGATAKAN

ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺹ 98

ﻓﺄﻣﺎ ﻋﺪﺩ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﺴﺘﺔ ﺁﻻﻑ ﺁﻳﺔ ، ﺛﻢ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻤﺎ ﺯﺍﺩﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺃﻗﻮﺍﻝ ، ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺰﺩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ، ﻭﻣﻨﻬﻢﻣﻦ ﻗﺎﻝ : ﻭﻣﺎﺋﺘﺎ ﺁﻳﺔ ﻭﺃﺭﺑﻊ ﺁﻳﺎﺕ ، ﻭﻗﻴﻞ : ﻭﺃﺭﺑﻊ ﻋﺸﺮﺓ ﺁﻳﺔ ،ﻭﻗﻴﻞ : ﻭﻣﺎﺋﺘﺎﻥ ﻭﺗﺴﻊ ﻋﺸﺮﺓ ، ﻭﻗﻴﻞ : ﻭﻣﺎﺋﺘﺎﻥ ﻭﺧﻤﺲﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺁﻳﺔ ، ﻭﺱﺕ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺁﻳﺔ ، ﻭﻗﻴﻞ : ﻭﻣﺎﺋﺘﺎ ﺁﻳﺔ ،ﻭﺳﺖ ﻭﺛﻼﺛﻮﻥ ﺁﻳﺔ . ﺣﻜﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﺑﻮ ﻋﻤﺮﻭ ﺍﻟﺪﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏﺍﻟﺒﻴﺎﻥ

ﻭﺃﻣﺎ ﻛﻠﻤﺎﺗﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﺑﻦ ﺷﺎﺫﺍﻥ ، ﻋﻦ ﻋﻄﺎﺀ ﺑﻦ ﻳﺴﺎﺭ :ﺳﺒﻊ ﻭﺳﺒﻌﻮﻥ ﺃﻟﻒ ﻛﻠﻤﺔ ﻭﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﻭﺗﺴﻊ ﻭﺛﻼﺛﻮﻥ ﻛﻠﻤﺔ

ﻭﺃﻣﺎ ﺣﺮﻭﻓﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ، ﻋﻦ ﻣﺠﺎﻫﺪ : ﻫﺬﺍ ﻣﺎﺃﺣﺼﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻫﻮ ﺛﻼﺛﻤﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒ ] ﺹ: 99 [ ﺣﺮﻑﻭﻭﺍﺣﺪ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺃﻟﻒ ﺣﺮﻑ ﻭﻣﺎﺋﺔ ﻭﺛﻤﺎﻧﻮﻥ ﺣﺮﻓﺎﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻀﻞ ، ﻋﻦ ﻋﻄﺎﺀ ﺑﻦ ﻳﺴﺎﺭ : ﺛﻼﺛﻤﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒ ﺣﺮﻑﻭﺛﻼﺛﺔ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺃﻟﻔﺎ ﻭﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﺣﺮﻓﺎ

ﻭﻗﺎﻝ ﺳﻼﻡ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺤﻤﺎﻧﻲ : ﺇﻥ ﺍﻟﺤﺠﺎﺝ ﺟﻤﻊ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﻭﺍﻟﺤﻔﺎﻅ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻓﻘﺎﻝ : ﺃﺧﺒﺮﻭﻧﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﻠﻪ ﻛﻢ ﻣﻦﺣﺮﻑ ﻫﻮ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻓﺤﺴﺒﻨﺎﻩ ، ﻓﺄﺟﻤﻌﻮﺍ ﺃﻧﻪ ﺛﻼﺛﻤﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒﺣﺮﻑ ﻭﺃﺭﺑﻌﻮﻥ ﺃﻟﻔﺎ ﻭﺳﺒﻌﻤﺎﺋﺔ ﻭﺃﺭﺑﻌﻮﻥ ﺣﺮﻓﺎ .

tafsir ibnu katsir juz 1 hal 98 :

adapn jumlah ayat2 Alqur_an adalah 6000 (enam ribu) lebih ayat, mengenai lebihnya terdapat beberapa pendapat ulama ;- 6000 + 204 ayat- 6000 + 14 ayat- 6000 + 219 ayat- 6000 + 225 ayat- 6000 + 26 ayat- 6000 + 200 ayat- 6000 + 36 ayatdemikian sprt yg dicaritakan Abu 'Umar Ad-daany dlm kitab Bayan

adapun kalimat Alqur-an menurut Al-fadl bin Syadzan dari 'Atho ibn Yasar adalah 77.439 kalimah.

sedang jumlah huruf Al-qur-an menurut Abdullah ibn Katsir yg diriwayatkan dr Mujahid "menurut hitungan kami adalah 321.180 hurf.sedang menurut Al-fadl yg diriwayatkan dr 'Atho ibn Yasar adalah 323.015 hurf.

menurut Salam yaitu Abu hamid Al-Hamany adalah 340.740 huruf , menurut beliau ini adalah hujjah yg dipakai para ali qiraah, dan para huffadh Alqur-an.

wallaahu a'lam bimurodih

AGAMA NABI ISA DAN YANG LAIN SEBELUM NABI MUHAMMAD itu agama apa ?

Agama atau syariat yang di turunkan kepada para rosul dari nabi adam sampai nabi muhammad itu agama islam

Coba lihat ayat

إن الدين عند الله الاسلام

آل عمران اية ١٩

sesungguhnya agama yang di ridloi disisi allah adalah agama islam

(الاسلام)اي الشرع المعوث به الرسول المبني على التوحد

Agama islam atau syariat yang turunkan pada rosul yang di dasarkan diatas agama tauhid (meng esa kan allah)

فاصل الدين واحد وانما الاختلاف في الفروع

Asalnya agama itu 1 (islam) hanya saja perbedaan itu ada di cabangnya

Agama tauhid juga agama islam kok bisa ?

لا وحدانية الله اشتمل عليها الاسلام

تفسير الصاوي جزأ 1 ص 196

Karna dalam islam mengandung sifat esanya allah


Arti CINTA

Indahnya Cinta
“ Dan diantara kekuasaan-NYa ialah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri,. Supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
(Q.S. Ar-Ruum (30); 21).


Mukhadimah

Tiada cinta setulus cinta yang bersemi dalam naungan rumah tangga, tiada cinta semurni hubungan suami istri dengan ikatan pernikahan yang suci, dan tiada cinta yang dapat memberikan kebahagiaan dan ketenangan selain cinta yang tumbuh dalam ikatan yang didasari tujuan mulia meraih ridha-Nya. Mencintai pasangannya dengan penuh pengorbanan demi kebaikan keduannya, dan mencintai serta memperlakukan pasangannya dengan penuh kebaikan dan ketulusan sebagaimana dia memperlakukan dirinya sendiri. Sungguh , tiada cinta semurni , setulus dan sebahagia ini selain cinta yang tumbuh dalam naungan rumah tangga yang dibangun dengan landasan cinta dan ridha Illahi.

Difinisi Cinta
I. Menurut Bahasa
Kata al-hubb atau al-hibb berarti cinta dan kasih sayang. Dikatakan tahabbaba ilaihi artinya dia mencintainnya, sedangkan habiib (kecintaan) adakalanya bermakna yang dicintai.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi cinta ialah kecenderungan dan ketertarikan hati yang terjadi diantara kedua belah pihak, yaitu pihak yang dicintai dapat terlihat melalui raksi kedua belah pihak dalam kondisi tertentu sesuai dengan cinta yang terjalin dan tingkatan klasifikasinnya, dan juga mengikuti tingkat kecenderungan dan selera nalurinnya masing-masing meskipun menyangkut hubungan antara manusia dan benda.

II. Definisi cinta menurut Ibnu Hazm
Cinta adalah hubungan ruhani yang terjalin diantara komponen-komponen yang bergam dikalangan makhluk ini sesuai dengan unsur kejadian semula di alam (ruhani) nan tinggi.
Menurut sebagian ahli filsafat, bahwa jiwa manusia itu mempunyai idolannya masing-masing. Namun perpaduan antara keduannya akan berlangsung sesuai dengan keserasian potensi yang telah ada pada masing-masingnya semenjak asal kejadiannya di alam (ruhani) yang tinggi dan kedekatan hubungan antara keduannya dalam hal bentuk dan strukturnya.

Sehubungan dengan hal itu, Allah telah berfirman:
“ Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.”
(Q.S. Al-A’raaf (7): 189)

III. Definisi cinta Menurut DR. Khalid Jamal
Cinta itu bagaikan cahaya jalan, jalan cahaya, jiwa kehidupan, dan kehidupan jiwa.

Penjelasan:
Cinta itu adalah gejolak jiwa dan getaran hati yang menggugah perasaan pelakunnya, Hati orang yang jatuh cinta secara alami tertarik kepada orang yang dicintainya penuh dengan semangat, perasaan, dan kegembiraan yang menggebu-gebu. Cinta itu pada mulanya biasa saja, namun pada akhirnya menjadi sungguhan, begitu lembut pengertiannya, karena keagungannya. Disamping itu sangat sulit untuk digambarkan hakekatnya kecuali dengan susah-payah.

IV. Definisi cinta antara pasangan Suami Istri
Cinta antara pasangan suami istri adalah cinta yang bersifat alami, dimulai sejak pertemuan jiwa laki-laki dan perempuan, membangkitkan getaran cinta dan perasaan terpikat antara keduannya dengan penuh semangat dan rasa gembira. Bagian-bagian jiwa keduannya menjadi terpadu menjadi satu, sebagianya tergantung pada sebagian yang alin, sehingga mereka berdua menjalani kehidupannya dalam nuansa keruhanian, penuh dengan keindahan, kesenangan, ketenangan dan kebahagiaan.

Cinta Sejati
Cinta yang sejati ialah yang membuat manusia dapat merasakan kebahagiaan, baik laki-laki ataupun perempuan. Cinta yang sejati adalah Cinta yang halal, yang selainnya bukan cinta melainkan hawa nafsu.

Menurut Ar-Rafi’i:
Jika rasa cinta tidak dicemari oleh perbuatan keji dan kotor, berarti dapat membutuhkan kesetiaannya, dan peran kemuliaan diri yang bersangkutan, dan peran kemuliaan diri yang bersangkutan merupakan rahasia kekuatan dan unsur kelestarian yang ada dibaliknya.
Ruh tidak akan bersemi, jiwa dan anggota tubuh tidak akan merasa tentram, kecuali jika cinta pasangan yang bersangkutan terjalin berdasarkan ikatan pernikahan yang disyariatkan.





BUAH-BUAHAN Yang Disebutkan Dalam Al-Qur’an | Allah SWT menyebutkankan banyak nama buah dalam Al-Qur’an. Beberapa di antaranya dipergunakan oleh Allah untuk sumpah seperti dalam surat ‘at-Tin’. Dan dalam banyak kajian tafsir Al-Qur’an dikatakan bahwa sesuatu yang dipergunakan oleh Allah SWT untuk bersumpah, pasti ada keistimewaan di dalamnya.

Namun kadang karena kita kurang membaca dan memahami Al-Qur’an, maka kita jadi ketinggalan informasi tentang ilmu yang sangat penting ini. Ada banyak buah-buahan terbaik yang bisa kita manfaatkan untuk kesehatan tubuh kita. Apa saja buah-buahan yang disebut dalam Al-Qur’an itu?

Keistimewaan BUAH-BUAHAN Yang Disebutkan Dalam Al-Qur’an

Diantara buah-buahan yang  ada dalam Al-Quran adalah:

Buah Zaitun atau nama botaninya adalah Olea Europea, pohon ini banyak ditanam di daerah Meditranean namun begitu area penanaman yang paling utama adalah di Spanyol, Turki, ItaliaTunisia dan Morocco. Penyebutan ini diantaranya ada dalam surat at-Tin.

Di dalam Al Quran, buah zaitun disebut oleh Allah sebanyak 7 kali yaitu 2 kali zaitun itu disebut sendirian sementara 5 kali disandingkan dengan beberapa buah lain seperti kurma, delima, anggur dan buah tin (fig).

Keistimewaan buah zaitun ini diceritakan oleh Allah yang juga menyebutkan khasiat buah zaitun bagi kehidupan, dalam firmanNya yang berarti "Dialah, yang telah menurunkan air jhujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya).

Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. "(An-Nahl [16]: 10-11)

Ternyata kandungan asam linoleat yang terdapat dalam buah Zaitun sangat bermanfaat bagi ibu-ibu yang menyusui anak. Kekurangan asam linoleat dapat mengurangi pertumbuhan bayi malahan bisa menimbulkan beberapa penyakit kulit.

Minyak zaitun juga sangat bagus dan berkhasiat untuk digunakan dalam masakan. Apalagi bagi wanita yang ingin mendapatkan kulit yang indah, juga bisa menggunakan minyak zaitun ini.

Buah Tin. Nabi Muhammad SAW  pernah bersabda, "Jika aku katakan, sesungguhnya buah yang turun dari surga, maka aku katakan '," inilah buahnya (Tin), sesungguhnya ia buah dari surga tiada keraguan". (HR Abu Darda; Suyuti). Hadis ini telah dibuktikan dengan penemuan sains mengenai keistimewaan buah Tin yang belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Buah Tin memiliki khasiat yang berbeda dari buah-buahan lain di samping kelezatan yang unik dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Buah ini juga dikenal sebagai bahan peluncur (laxative), penahan sakit dan unsur perkumuhan air kencing (diuretik).

Buah tin tidak mengandung garam, lemak dan juga kolesterol tetapi mengandung  mineral yang lebih tinggi seperti kalium, serat dan zat besi. Dari penelitian ilmuwan menemukan buah Tin mampu meningkatkan dan menjaga kesehatan tubuh manusia.

Buah Tin sumber utama dalam mengatasi masalah berat badan. Buah tin juga dipercaya memiliki zat yang dapat melawan kanker, di mana 'polyphenols' yang tinggi dalam buah tin bertindak sebagai antioksidan.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa antioksidan penting untuk tubuh karena berfungsi untuk menentang  radikal bebas dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kanker.

Secara keseluruhan buah tin memberi kelebihan energi, membantu meningkatkan fungsi otak dan dapat mengobati pasangan yang tidak bisa memiliki keturunan.

Buah Delima – Dalam al-Qur’an di sebutkan "Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma. Tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya yang bermacam-macam itu bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. "(Al-An'aam [6]: 141)

Ayat lain menyebutkan " Di dalam keduanya (surga) juga ada buah-buahan dan pohon kurma dan delima, "[ Surah al Rahman ayat 68].

Delima, seperti yang disebutkan di dalam Al-Quran, mengandung potassium yang besar nilainya, selain dari mineral-mineral lain seperti fosfor, kalsium, besi, dan sodium, dan vitaman-vitamin A, B1, B2, B3, dan C.

Delima penting untuk memelihara keseimbangan kadar potassium-sodium, buah ini merupakan pendorong kepekaan saraf dan otot agar berfungsi secara teratur, mencegah edema, dan mengurangi kadar gula yang beredar di dalam darah. Selain itu, Delima juga dapat menghilangkan rasa lelah otot dan menguatkan jantung.

Beberapa penelitian menunjukan delima dapat mengurangi pembentukan plaque gigi, mencegah kerusakan tulang rawan dan mencegah radang sendi. Konsumsi delima oleh ibu hamil dapat melindungi otak dari kerusakan setelah terluka. Dalam satu buah ada sebutir biji yang menjadi penawar obat yang mujarab.

Buah Pisang. Ayat Al Quran menceritakan: "Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti ( buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. "(Al-Waaqi'ah [56]: 28-33).

Pisang adalah buah yang kaya dengan vitamin B6, itu juga buah yang sangat bergizi, terdiri dari air (75%), protein (1,3%) dan lemak (0.6%). Setiap buah pisang mengandung karbohidrat dan potassium dalam jumlah yang mencukupi.

Pisang sangat membantu dalam penyembuhan banyak penyakit seperti penyembuhan demam, gangguan sistem pencernaan, kejang-kejang dan juga menurunkan tekanan darah, selain itu pisang efektif dalam penyembuhan berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh alergi.

Buah Kurma. Dalam surah Ar-Rad [13]: 4 "Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama.
Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. "

Buah kurma mengandung fruktosa dan glukosa yang keduanya berkalori tinggi, dan mudah serta cepat dicerna. Kandungan gulanya menenangkan saraf yang gelisah serta memberikan rasa aman pada jiwa.

Selain itu, kurma juga sangat bermanfaat bagi wanita hamil dan ibu-ibu yang menyusui anak untuk meningkatkan kesehatan janin di dalam perut ibu, mencegah ibu dari rasa lemah, dan memperbanyak air susu.

Kurma segar memberikan manfaat besar kepada otak, dengan kandungan 2,2% protein, juga berisi banyak jenis vitamin A, B1, dan B2. Berdasarkan pengalaman saya kurma sangat bergizi serta memberi energi meskipun dalam jangka waktu yang panjang kita tidak mengkonsumsi makanan, sangat berguna untuk sahur ketika kita puasa.

Buah Anggur. Surah Al-Muminun [23]: 19 "Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu memperoleh buah yang banyak dan sebagian dari buah-buahan itu kamu makan."

Anggur dapat menghilangkan rasa penat untuk mereka yang banyak menggunakan kegiatan fisik dan mental. Bahan besi dan gula di dalam buah anggur yang juga menguatkan produksi darah dan menjadi obat untuk untuk penderita-penderita liver, ginjal, dan sistem pencernaan.

Anggur merangsang berfungsinya ginjal dan membantu mengeluarkan ampas-ampas tubuh seperti urea. Dengan mengeluarkan air yang berlebihan dari tubuh, anggur menurunkan tekanan darah.

Anggur juga menguatkan organ jantung, befaedah dalam menyembuhkan bronchitis dan batuk, serta meningkatkan kecantikan kulit karena anggur membersihkan darah.

Itulah beberapa keistimewaan buah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Mari kita perbanyak membaca al-Qur’an dan juga memahami isinya yang sangat luar biasa banyak manfaatnya sebagai tuntunan hidup kita di dunia.


Ahlul-Fatrah adalah istilah yang dipergunakan untuk orang-orang yang meninggal sebelum datang kepada mereka Rasul yang memberi kabar gembira dan peringatan. Era ahlul-fatrah ini telah habis setelah diutusnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Asy-Syaikh Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata tentang tafsir ayat
وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا
“dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya” (QS. Aali ‘Imraan : 103) :
برسالة محمد صلى الله عليه وسلم لم يبق عذر لأحد، فكلّ من لم يؤمن به فليس بينه وبين النار إلّا أن يموت، كما بيّنه تعالى بقوله : (وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ) [هود : ١٧]
“Dengan risalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tersisa udzur bagi seorang pun. Setiap orang yang tidak beriman dengannya, maka antara dia dan neraka adalah kematian[1], sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dengan firman-Nya : ‘Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya’ (QS. Huud : 17)”.[2] 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali ia termasuk penduduk neraka”.[3]
Akan tetapi di sini akan dijelaskan beberapa hal yang berkenaan dengan hukum ahlul-fatrah sebagai berikut :
a.      Hukum ahlul-fatrah di dunia adalah kafir karena mereka tidak beragama dengan agama yang benar.
b.      Setiap orang yang masuk neraka dari kalangan mereka (ahlul-fatrah) dan dari kalangan selain mereka, pasti didasarkan oleh hujjah Allah ta’ala yang telah tegak kepada mereka. Hal itu sesuai dengan firman-Nya ta’ala :
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul” [QS. Al-Israa’ : 15].
c.      Kita tidak memutuskan/memastikan mereka masuk neraka, akan tetapi mereka akan diuji di hari kiamat di ‘halaman’ (antara surga dan neraka). Barangsiapa yang taat akan masuk surga, dan di sana lah ilmu Allah akan tersingkap melalui orang yang telah mendapatkan kebahagiaan. Barangsiapa yang durhaka, akan masuk neraka dalam keadaan hina, dan akan tersingkap ilmu Allah melalui orang yang telah mendapatkan  kesengsaraan/kecelakaan.
Ini adalah hukum ahlul-fatrah menurut Ahlus-Sunnah.[4] Dan asas dalam permasalahan ini adalah penjamakan nash-nash yang berbicara tentang mereka. Adapun orang yang hanya berpegang hanya pada satu nash saja, maka hasil penghukumannya jauh dari kebenaran.
An-Nawawiy rahimahullah berpendapat bahwa orang kafir masuk neraka meskipun ia mati pada jaman fatrah. Pendapat tersebut dibangun berdasarkan penunjukkan sebagian hadits tentang disiksanya sebagian ahlul-fatrah.[5]
Sekelompok ulama berpendapat bahwa letak diberikannya ‘udzur akan masa fatrah yang dinashkan dalam firman Allah ta’ala :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” [QS. Al-Israa’ : 15].
dan ayat semisalnya adalah tidak jelas, yang tidak diterima oleh orang berakal. Adapun pernyataan yang jelas yang tidak menimbulkan keraguan bagi orang yang berakal seperti menyembah berhala-berhala. Maka yang seperti ini tidak diberikan udzur.
Sebagian yang lain berpendapat bahwasannya ahlul-fatrah diadzab di akhirat, karena mereka masih memiliki sisa-sisa peringatan (syari’at) yang dibawa para Rasul yang datang sebelum Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menjadi hujjah bagi mereka.[6]
Dan ini adalah pendapat terakhir yang berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, yang didasari banyak dalil, di antaranya firman Allah ta’ala :
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ
“Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan” [QS. Yaasiin : 6].
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ
“Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu” [QS. As-Sajdah : 3].
وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ
“Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu” [QS. Al-Qashshash : 46].
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun” [QS. Saba’ : 44].
dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan tidak adanya orang yang memberikan peringatan pada mereka.[7]
Sisi penjamakan di antara dalil-dalil sebagaimana disebutkan oleh Asy-Syinqithiy[8] rahimahullah bahwasannya pemberian udzur kepada mereka karena masa fatrah dan diujinya mereka di hari kiamat adalah dengan melewati api/neraka, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Al-Aswad bin Sarii’, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَأَمَّا الأَصَمُّ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ، وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الأَحْمَقُ، فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونَنِي بِالْبَعَرِ، وَأَمَّا الْهَرِمُ، فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الإِسْلامُ وَمَا أَعْقِلُ، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ، فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ، فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رَسُولا أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلامًا
“Ada empat orang yang akan berhujjah (beralasan) kelak di hari kiamat : (1) orang tuli, (2) orang idiot, (3) orang pikun, dan (4) orang yang mati dalam masa fatrah. Orang yang tuli akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak mendengarnya sama sekali'. Orang yang idiot akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun anak-anak melempariku dengan kotoran hewan'. Orang yang pikun akan berkata : ‘Wahai Rabb, sungguh Islam telah datang, namun aku tidak dapat memahaminya'. Adapun orang yang mati dalam masa fatrah akan berkata : ‘Wahai Rabb, tidak ada satu pun utusan-Mu yang datang kepadaku’. Maka diambillah perjanjian mereka untuk mentaati-Nya. Diutuslah kepada mereka seorang Rasul yang memerintahkan mereka agar masuk ke dalam api/neraka”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kembali bersabda : “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Seandainya mereka masuk ke dalamnya, niscaya mereka akan merasakan dingin dan selamat”.[9]
Hadits ini shahih dan merupakan nash dalam permasalahan ini. Barangsiapa yang melewati neraka, akan masuk surga. Ia termasuk orang yang membenarkan Rasul seandainya datang kepadanya di dunia. Dan barangsiapa yang enggan, ia akan diadzab di neraka. Ia termasuk orang yang mendustakan Rasul seandainya datang kepadanya di dunia; karena Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka lakukan seandainya datang kepada mereka seorang Rasul.
Al-Imaam Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
وبهذا الجمع تتّفق الأدلّة فيكون أهل الفترة معذورين، وقوم منهم من أهل النار بعد الامتحان، وقوم منهم من أهل الجنة بعده أيضا، ويحمل كل واحد من القولين على بعض منهم علم الله مصترهم، وأعلم به نبيه صلى الله عليه وسلم فيزول التعارض
“Dengan cara penjamakan ini, dalil-dalil menjadi berkesesuaian sehingga ahlul-fatrah termasuk orang-orang yang diberikan ‘udzur. Sebagian dari mereka termasuk ahli neraka setelah diuji, dan sebagian dari mereka termasuk ahli surga setelah diuji pula. Dan masing-masing dari dua pendapat tersebut dipahami bahwa sebagian di antara mereka mengetahui bahwa Allah tempat kembali mereka, dan mengetahui dengannya bahwa Nabinya adalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[10] Dengan demikian, hilanglah pertentangan/kontradiktif yang ada”.[11]
Kaedah pemberian ‘udzur serta tidak adanya balasan siksa hingga tegak padanya hujjah sebagaimana berkaitan dengan pokok agama, yaitu meninggalkan keimanan tidak akan dihukum kecuali setelah sampainya seruan syari’at. Seandainya hal itu terjadi dalam perkara selain pokok agama,tentu lebih pantas untuk diberikan údzur.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penegakan hujjah terhadap orang yang melakukan penyimpangan pada sebagian perkara agama adalah penting.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – diambil dari Al-Jahl bi-Masaailil-I’tiqaad oleh ‘Abdurrazzaaq bin Thaahir bin Ma’aasy, hal. 209-215; Daarul-Wathan, Cet. 1/1417 H] - ada baiknya jika Anda juga membaca :

[1]     Maksudnya, jika ia meninggal, maka masuk neraka.- Abul-Jauzaa’
[2]     Adlwaaul-Bayaan (Daf’ul-Iihaam Al-Idlthiraab ‘an Aayaatil-Kitaab), 10/66-67. Akan tetapi ini tidaklah menafikkan keberadaan orang-orang yang dihukumi sebagai ahlul-fatrah di jaman ini, sebagaimana mereka yang hidup di tengah hutan atau di tempat-tempat terpencil. Akan tetapi hukum umum tetap dinyatakan tidak ada fatrah setelah pengutusan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau diutus untuk seluruh manusia. Wallaahu a’lam.
[3]     Diriwayatkan oleh Muslim no. 153.
[4]     Al-Haafidh Abu ‘Umar bin ‘Abdil-Barr rahimahullah menyelisihi dalam permasalahan ini, karena ia melihat hadits-hadits dalam hal ini tidak kuat sehingga tidak layak dipergunakan sebagai hujjah; sebagaimana bahwa akhirat itu tempat pembalasan, bukan tempat cobaan dan ujian. Beliau rahimahullah berkata :
وجملة القول في أحاديث هذا الباب كلها ما ذكرت منها وما لم أذكر أنها من أحاديث الشيوخ، وفيها علل، وليست من أحاديث الأئمة الفقهاء، وهو أصل العظيم، والقطع فيه بمثل هذه الأحاديث ضعف في العلم والنظر...
“Dan beberapa perkataan tentang semua hadits pada bab ini baik yang telah aku sebutkan maupun yang tidak aku sebutkan, merupakan hadits-hadits para syaikh. Padanya terdapat cacat (‘ilal). Hadits-hadits itu bukan termasuk hadits-hadits para imam dan fuqahaa’, padahal ia termasuk pokok agama yang sangat besar. Dan keputusan hukum yang didasarkan terhadap hadits-hadits semisal itu adalah kelemahan dalam ilmu dan akal…” [At-Tamhiid, 18/130].
Al-Imaam Ibnu Katsiir rahimahullah membantah pendapat ini dalam Tafsir-nya (5/55) dengan dua perkara :
a.     Hadits-hadits dalam bab ini ada yang shahih, hasan, ataupun dla’iif yang dikuatkan dengan hadits shahih dan hasan. Seandainya hadits-hadits dalam satu bab bertingkat-tingkat seperti ini, dapat dijadikan hujjah menurut para ulama.
b.    Bahwasannya perintah yang tertulis adalah di masa-masa permulaan hari kiamat, ini tidak ada halangannya; berdasarkan firman Allah ta’ala :
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa” [QS. Al-Qalam : 42].
[5]     Syarh Muslim lin-Nawawiy, 3/97.
[6]     Idem.
[7]     Lihat pendapat-pendapat tentang ahlul-fatrah : At-Tamhiid oleh Ibnu ‘Abdil-Barr (18/127-130), tafsir Ibni Katsiir (5/50-56), dan Adlwaaul-Bayaan oleh Asy-Syinqithiy (10/178-186).
[8]     Lihat : Adlwaaul-Bayaan (Daf’u Iihaam Al-Idlthiraab ‘an aayaatil-Kitaab), 10/185-186.
[9]     Diriwayatkan Ahmad dalam Musnad-nya (4/24), Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya (16/356 no. 7357), Al-Bazzaar sebagaimana dalam Kasyful-Astaar (3/33 no. 2174), Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir (1/287 no. 841), Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah (2/281 no. 900) dari jalan Al-Hasan dan Al-Ahnaf bin Qais, keduanya dari Al-Aswad bin Sarii’. Al-Haitsamiy dalam Al-Majma’ berkata : “Rijaal Ahmad dalam jalan Al-Aswad bin Surai’ dan Abu Hurairah termasuk rijaal Ash-Shahiih. Begitu juga rijaal Al-Bazzaar”. Dan matannya mempunyai syaahid dari hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy dan Anas sebagaimana terdapat dalam Al-Majma’ (7/218) dengan sanad-sanad dla’iif namun menguatkan satu dengan yang lainnya.
[10]    Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim (1/191 no. 347) :
عن أنس أنّ رجلا قال : يا رسول الله، أين أبي ؟، قال : في النار، فلما قفّى دعاه فقال : إن أبي وأباك في النار
Dari Anas : Bahwasnanya ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasulullah, dimanakah ayahku (sekarang yang telah meninggal) ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang itu menyingkir, maka beliau memanggilnya dan bersabda : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”.
[11]    Adlwaaul-Bayaan (Daf’u Iihaam Al-Idlthiraab ‘an Aayaatil-Qur’aan) 10/185.




Tidak dipungkiri bahwa kedudukan para Nabi dan Rasul itu tinggi di mata Allah. Namun hal itu bukanlah sebagai jaminan bahwa seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan keselamatan serta aman dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan keluarga dan nasab. Allah telah berfirman tentang kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis-salaam yang akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama orang-orang kafir :
وَقِيلَ يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ * وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ *  قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." [QS. Huud : 44-46].
Allah juga berfirman tentang keingkaran Azar ayah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam :
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلاّ عَن مّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيّاهُ فَلَمّا تَبَيّنَ لَهُ أَنّهُ عَدُوّ للّهِ تَبَرّأَ مِنْهُ إِنّ إِبْرَاهِيمَ لأوّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [QS. At-Taubah : 114].
Dan Allah pun berfirman tentang istri Nabi Luth sebagai orang yang dibinasakan oleh adzab Allah :
فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). [QS. Al-A’raf : 83].
Tidak terkecuali hal itu terjadi pada kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam. Mereka berdua – sesuai dengan kehendak kauni Allah ta’ala – mati dalam keadaan kafir. Hal itu ditegaskan oleh beberapa nash di antaranya :
1.     Al-Qur’an Al-Kariim
مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
Sababun-Nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berkaitan dengan permohonan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam kepada Allah ta’ala untuk memintakan ampun ibunya (namun kemudian Allah tidak mengijinkannya) [Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Taubah : 113].
2.     As-Sunnah Ash-Shahiihah
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut [yaitu hadits : إن أبي وأباك في النار – ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lainshalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya” [HR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686].
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata :
وأبواه كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا
”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan....”. Kemudian beliau membawakan dalil hadits dalam Shahih Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas [Lihat As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim].[1]
Al-’Allamah Syamsul-Haq ’Adhim ’Abadi berkata :
فلم يأذن لي :‏‏ لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز
”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Dan Ia (Allah) tidak mengijinkanku”  adalah disebabkan Aminah adalah seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan” [’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz, Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur].[2]
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال "جاء ابنا مليكة - وهما من الأنصار - فقالا: يَا رَسولَ الله إنَ أمَنَا كَانَت تحفظ عَلَى البَعل وَتكرم الضَيف، وَقَد وئدت في الجَاهليَة فَأَينَ أمنَا؟ فَقَالَ: أمكمَا في النَار. فَقَامَا وَقَد شَق ذَلكَ عَلَيهمَا، فَدَعَاهمَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَرَجَعَا، فَقَالَ: أَلا أَنَ أمي مَعَ أمكمَا
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah – mereka berdua dari kalangan Anshar – lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami semasa hidupnya memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman Jahiliyyah. Dimana ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat mendengar perkataan beliau. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil keduanya lalu berkata : “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka) ?” [Lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur juz 4 halaman 298 – Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3787, Thabarani dalam Al-Kabiir 10/98-99 no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, dan yang lainnya; shahih].
3.     Ijma’
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata :
وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallammasih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
Al-’Allamah ’Ali bin Muhammad Sulthan Al-Qaari telah menukil adanya ijma’ tentang kafirnya kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dengan perkataannya :
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7 - download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata :
ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1 – download dari www.alsoufia.com].
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah berkata dalam Tafsirnya ketika menjelaskan QS. Al-Baqarah : 119 :
فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata ketika berhujjah dengan hadits ” Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku” ; yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284].
Beberapa imam ahli hadits pun memasukkan hadits-hadits yang disebutkan di atas dalam Bab-Bab yang tegas menunjukkan fiqh (pemahaman) dan i’tiqad mereka tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam. Misalnya, Al-Imam Muslim memasukkannya dalam Bab [بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين] “Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan”. Al-Imam Ibnu Majah memasukkannya dalam Bab [ما جاء في زيارة قبور المشركين] ”Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik”. Al-Imam An-Nasa’i memasukkannya dalam Bab [زيارة قبر المشرك] ”Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik. Dan yang lainnya.
Keterangan di atas adalah hujjah yang sangat jelas yang menunjukkan kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam. Namun, sebagian orang-orang yang datang belakangan menolak ’aqidah ini dimana mereka membuat khilaf setelah adanya ijma’ (tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam). Mereka mengklaim bahwa kedua orang tua beliau termasuk ahli surga. Yang paling menonjol dalam membela pendapat ini adalah Al-Haafidh As-Suyuthi. Ia telah menulis beberapa judul khusus yang membahas tentang status kedua orang tua Nabi seperti : Masaalikul-Hunafaa fii Waalidayal-MusthafaaAt-Ta’dhiim wal-Minnah fii Anna Abawai Rasuulillah fil-JannahAs-Subulul-Jaliyyah fil-Aabaail-’’Aliyyah, dan lain-lain.
Bantahan terhadap Syubuhaat
1.     Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.
Kita Jawab :
Definisi fatrah menurut bahasa kelemahan dan penurunan [Lisaanul-’Arab oleh Ibnul-Mandhur 5/43]. Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak pula menjumpai Rasul kedua” [Jam’ul-Jawaami’ 1/63]. Hal ini seperti selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ’alaihimas-salaam serta seperti selang waktu antara Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dan Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam. Definisi ini dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan" [QS. Al-Maaidah : 19]. 
Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam : 
a.      Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.
b.      Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah Nabi dan dia dalam keadaan lalai.
Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua, yaitu : Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman. Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay[3], Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan, kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, Abu Thalib, dan yang lainnya. 
Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh Allah kelak di hari kiamat. 
Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.
2.     Hadits-hadits yang menceritakan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah :
عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله
Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam melakukan haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallaahu ’alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab : ”Aku pergi ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali. Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku” [Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656, Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283-284].
Hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka telah berkata Yahya bin Ma’in : Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata : ”Orang yang goncang haditsnya (mudltharibul-hadiits)”. Berkata Ibnul-Madiinii : ”Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga berkata pula : ”Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i berkata : ”Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata : ”Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya” [silakan lihat selengkapnya dalam Tahdzibut-Tahdzib]. Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya sangat lemah jika ia bersendirian.
Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka Ad-Daruquthni berkata : ”Matruk”. Ia juga berkata : ”Munkarul-Hadits, ia dituduh memalsukan hadits” [lihat selengkapnya dalam Lisaanul-Miizaan 4/234].
Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli hadits menyimpulkan sebagai berikut : Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/284) berkata : ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi ’Ali bin Ahmad Al-Ka’by) : ”Munkar lagi bathil”. Ibnu ’Asakir dalam Lisanul-Mizan (4/111) : ”Hadits munkar”. Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul-Wahhab bin Musa) : ”Hadits ini adalah dusta”.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان في الجاهلية
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Pada hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah” [Diriwayatkan oleh Tamam Ar-Razi dalam Al-Fawaaid 2/45].
Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin Salamah. Ia adalah pemalsu lagi ditinggalkan haditsnya [lihat Al-Majruhiin oleh Ibnu Hibban 3/80 dan Mizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339]. Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah wal-Ma’udluu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.
عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك
Dari ’Ali radliyallaahu ’anhu secara marfu’ : ”Jibril turun kepadaku dan berkata : ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan berfirman : Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib)” [Diriwayatkan oleh Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283].
Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no. 67. 
Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.
3.     Hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dinasakh (dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang tua beliau. 
Kita jawab :
Klaim nasakh hanyalah diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih. Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.
Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh hujjahyang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang yang mengaku keturunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam) dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah. Hakekatnya, motif dua golongan ini adalah sama. Kultus individu.
Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan – sekali lagi – bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai seseorang – termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia – dari amalnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya”  [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah  no. 36].
Kesimpulan : Kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah meninggal dalam keadaan kafir. Wallaahu a’lam.
[direvisi dan diperbaiki tanggal 11-5-2011].



[1]        Perkataan Imam Al-Baihaqi tentang kekafiran kedua orang tua Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga dapat ditemui dalam kitab Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192, Daarul-Kutub, Cet. I, 1405 H, tahqiq : Dr. Abdul-Mu’thi Al-Qal’aji].
[2]        Karena ibu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk orang-orang kafir. Allah telah melarang Nabi shallallaahu ‘alaihi was allam dan kaum mukminin secara umum untuk memintakan ampun orang-orang yang meninggal dalam keadaan kafir sebagaimana firman-Nya :
      مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
      “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At-Taubah : 113].
[3]        Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
قال النبي صلى الله عليه وسلم رأيت عمرو بن عامر بن لحي الخزاعي يجر قصبه في النار وكان أول من سيب السوائب
Telah berkata Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat ‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuzaa’i menarik-narik ususnya di neraka. Dia adalah orang pertama yang melepaskan onta-onta (untuk dipersembahkan kepada berhala)” [HR. Bukhari no. 3333 – tartib maktabah sahab, Muslim no. 2856].
Nisbah Al-Khuzaa’i merupakan nisbah kepada sebuah suku besar Arab, yaitu Bani Khuza’ah. Ibnu Katsir menjelaskan sebagai berikut :
عمرو هذا هو ابن لحي بن قمعة, أحد رؤساء خزاعة الذين ولوا البيت بعد جرهم وكان أول من غير دين إبراهيم الخليل, فأدخل الأصنام إلى الحجاز, ودعا الرعاع من الناس إلى عبادتها والتقرب بها, وشرع لهم هذه الشرائع الجاهلية في الأنعام وغيرها
“‘Amru bin ‘Amir bin Luhay Al-Khuza’i merupakan salah satu pemimpin Khuza’ah yang memegang kekuasaan atas Ka’bah setelah Kabilah Jurhum. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim (atas bangsa Arab). Ia memasukkan berhala-berhala ke Hijaz, lalu menyeru kepada beberapa orang jahil untuk menyembahnya dan bertaqarrub dengannya, dan ia membuat beberapa ketentuan jahiliyyah ini bagi mereka yang berkenaan dengan binatang ternak dan lain-lain……” [lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/148 QS. Al-Maidah ayat 103].