Lafadh dibagi menjadi dua, yaitu:

1.      Ada yang mufrad, dan
2.      Ada yang murakab.
Ahli mantik dalam membagi ilmu ini berlainan dengan ahli ilmu nahwu, kalu ahli nahwu melihat pada lafadh, tetapi ahli mantiq memandang pada makna. Jadi, jika lafadh itu mengandung satu makna dinamakan mufrad, baik lafadh itu tersusun dari satu huruf atau lebih atau tersusun dari satu perkataan atau lebih. Adapun ahli nahwu penilitiannya pada I’rab bentuk kata, maka jika lafadh itu mengandung /merupakan I’rab yang lebih dari satu atau bina yang lebih dari satu disebut murakab, walaupun terbentuk satu makna seperti Abdullah, Ali, dan sebagainya. Ini dalam ilmu nahwu disebut mufradh tapi dalam mantiq disebut murakab.
Penjelasannya sebagai berikut:
1.      Ada beberapa lafadh yang tersusun dari beberapa juzu’; tiap juzu’ dari lafadh tadi menunjukan makna yang dimaksud dari lafadh tadi menunjukan makna yang dimaksud dari lafadh itu, seperti: emas itu logam (al dzahab ma’dan) itu tersusun dari perkataan dzahab dan ma’dan, masing-masing itu sebagai juzu’ dari lafadh itu dan masing-masing jazu’ mangandung pengartian yang dimaksud atas juzu’ makna yang dimaksud dari lafadh kadua nya (keseluruhan nya) ialah memberi hukum kelogaman terhadap emas, arti nya yang dimaksud bahwa emas tadi merupakan logam.

Contoh:
Qoro’a Muhammad al-kitab: iqra’ kitabika. Kalimat-kalimat tersebut merupakan lafadh-lafadh yang masing-masing tersusun dari juzu’ yang mengandung pengertian atas bagian makna yang dimaksud dari lafadh keseluruhannya. Maka dapat disimpulkan ta’rif murakab ialah lafadh yang juzu’nya mengandung pengertian dan pengertian itu memang dimaksud atas bagian makna yang dimaksud.
2.      Sebagian dari lafadh keterangannya ebagai berikut:
a.       Ada lafadh yang tak mempunyai juzu’ sama sekali, jika lafadh itu merupakan suatu huruf, seperti huruf wau, alif, ba, huruf jar, ta qosam dan sebagainya. Umpama: wallahi, billahi, katabuu bil qolami.
b.      Kadang-kadang lafadh tersusun lebih dari saru juzu’, tetapi juzu’nya tadi tidak mengandung makna sama sekali, seperti lafadh yang tergabung dalam kalimat: Muhammad fil madrasati. Disini lafadh fi tersusun dari dua huruf fad an ya, tapi semuanya huruf tak mengandung makna lafadh bilamana dipergunakan untuk  menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain.
c.       Kadang-kadang lafadh tersusun lebih dari saru juzu’, seperti lafadh Abdullah, masing-masing menunjukan makna, tapi makna itu bukan sebagai bagian yang dimaksud arti sendiri-sendiri. Disini setelah digabung menjadi Abdullah masing-masing tidak dikehendaki arti sendiri-sendiri, tapi yang dikehendaki ialah arti keseluruhan, sebagai nama orang.
d.      Kadang-kadang lafadh tersusun dari beberapa juzu’, maing-masing juzu’ mengandung arti sendiri-sendiri, tapi arti itu tidak dimaksud atas bagian makna itu seperti: binatamg yang berfikir, makna yang dimaksud ialah manusia.
Lafadh-lafadh dalam sifat contoh diatas semuanya merupakan mufrad. Ta’rif mufrad ialah sesuatu lafadh yang tidak mempunyai bagian yang menunjukan suatu pengertian atas bagian makna yang dimaksud dari padanya.
A. Mufrad
Lafadh mufrad dibagi sebagai berikut:
1.      Lafadh mufrad adakalanya menunjukan uatu makna yang tidak mengandung waktu, seperti: Muhammad, Ali, penuli, penyair, sungai, Yogyakarta dan sebagainya.  Lafadh tersebut dinamakan isim artinya nama sesuatu. Oleh karna itu ta’rif isim ialah lafadh mufrad yang mengandung pengertian yang beba dari zamannya, pengertian yang tak ada hubungannya dengan masanya.
2.      Adakalanya lafadh yang menunjukan suatu pengertian dalam waktu yang tertentu dan hubungannya dengan subyek yang tidak tertentu, seperti menuli berdiri, dan sebagainya. Lafadh tersebut dinamakan fi’il
3.      Kadang-kadang lafadh itu menunjukan uatu makna, taptidak dapat dipahami dengan sendirinya, harus dihubungkan dengan yang lain, seperti: dari, atas, kepada, dan sebagainya. Lafadh ini menurut ulama mantiq ialah ‘adah. Yang ta’rifnya ialah lafadh yang mufrad yang tidak dapat dipahami dengan sendirinya kecuali setelah dihubungkan dengan dua makna, seperti Muhammad dari rumah ke madrasah.
B. Murakab
1.      Bagian murakab
a.       Dari antara lafadh murakab yang memberi suatu faidah, dimana dengan faidah  lafadh-lafadh itu sempurnalah pembacaan seseorang. Berlian itu logam, kepala Negara itu telah sampai, ambilah kitabmu, contoh diatas adalah murakab sempurna (murakab tam). Yang ta’rifnya ialah suatu sususnan lafadh yang member faidah dan dengan faidah itu selesailah pembicaraan dan sebaiknya tidak dilanjutkan lagi pembicaraan-pembicaraan.
b.      Ada sebagian lafadh yang jika diucapkan terasa masih kurang sempurna seperti: kitab merah, sisi segi tiga,karna dalam kalimat tersebut kurang memuaskan maka dianggapnya naqish atau kurang. Jadi ta’rif murakab naqish ialah: suatu lafadh yang susunannya kurang terasa sempurna dalam pembicaraan.
2.      Aqsamul murakab tam (pembagian murakab sempurna)
a.       Diantara murakab tam ada suatu susunan yan masih mengandung pengertian yang masih diragu-ragukan  kebenarannya dan kesalahannya, seperti besi itu logam (al-hadid ma’dan), pisang itu buah-buahan (al-mauzu fakihah), buku terbuka (al-kitabu maftuh).susunan itu dinamakan murakab khabari (qadhiyah). Jadi ta’rifnya ialah setiap susunan kata yang mengandung keragu-raguan tentang kebenarannya dan kebohongannya.
b.      Diantara murakab itu ada yang tidak mengandung keragu-raguan mengenai kebenaran dan kebohongannya seperti: duduklah (ijlis), bacalah kitabmu (iqro’ kitabaka). Susunan kalimat tersebut merupakan kalimat murakab insya-I, adapun ta’rifnya ialah tiap-tiap murakab yang tak mengandung keragu-raguan mengenai kebenaran dan kebohongannya. Murakab insya-I merupakan perintah-perintah, larangan-larangan, persoalan, ajakan dan panggilan sama sekali pembahasannya.



C. Arti Kulli dan Juz’i
Sebelum menerangkan hakekat juz’I dan kulli, bahwa kedua-duanya  ada yang merupakan hakiki dan ada yang merupakan  idhafi (nisbi).
1.      Nama-nama seperti manusia, binatang, pohon, tumbuhan, madrasah, murid, mahasisiwa, dan sebagainya. Kata-kata tersebut merupakan nama-nama yang masing-masing merupakan sifat umum dan mengandung pengertian yang luas. Karna kata-kata itu bersifat umum maka diartukan kulli. Jadi definisi kulli ialah suatu lafadh yang tunggal yang dapan dan sesuai akan mengandung afrag-afrad yang banyak.
2.      Nama-nama contoh sebagai berikut:
Muhammad Khalid, ali, kitab ini, makah, Jakarta, dan sebagainya. Dari kata-kata itu kita dapat mengambil pengertian bahwa kata-kata tersebut memang sengaja untuk menunjukan pengertian yang tertentu. Lafadh yang seperti ini sering dikatakan juz’I (singular). Jadi definisi juz‘I ialah lafadh yang mufrad (tunggal) yang tidak sesuai maknanya yang satu tadi akan ikut sertanya afrad-afrad yang banyak.
3.      Dalam bahasa arab atau lainnya  kita dapai lafadh-lafadh mufradh, seperti kaum, kabilah, yang artinya golongan (suku). Kalimat-kalimat ini mengandung beberapa afradh secara berkumpul dan tidak dapat dipisah-pisahkan dengan arti tiap orang secara sendiri  tak dapat dikatakan kaum golongan dan sebagainya. Lafadh itu dalam ilmu nahwu ialah isim jamak, yang ta’rifnya ialah suatu isim mufradyang mengandung beberapa afradhvyang berkumpul dan tiddak sesuai dikatakan untuk tiap-tiap daripadanya dengan secara sendirian.


D. Kulli dibagi dengan memandang persamaan atau tidaknya makna satu itu kedalam afrad-afradnya.
            Ada kulli mutawathi’ dan kulli masykik. Jika ada persamaan afrad dalam satu makna tanpa ada perbedaan tingkatan menurut hakikatnya, seperti: manusia baik yang berkulit putih atau hitam ialah sama artinya tidak ada perbedaan dalam sifat kemanusiaanya. Begitu juga kerbau, kuda dan sebagainya. Yang demikian ini disebut kulli mutawathi’ (dengan arti persamaan afrad tanpa ada keragu-raguan).
            Contoh: lafadh putih, tulang bersifat putih, kertas putih, dinding putih, salju putih, perak putih. Tapi afrad ini bila dibandingkan satu sama lain tentu berbeda-beda, artinya tidak sama, hingga timbul keragu-raguan. Hingga kalau kita mengatakan putih, apakah putihnya tepat untuk dinding atau untuk perak dan sebagainya. Oleh karna afradnya membawa keragu-raguan, maka demikian itu dinamakan kulli musyakik.
Catatan:
            Tadi kita terangkan kulli dan juz’I, disamping itu ada lafadh-lafadh yang hamper sama dengan lafadh-lafadh tadi, ialah lafadh alkulliyah, aljaz’iyah, alkullu, dan aljuzu’, untuk keterangan ini sebagai berikut:
1.      Alkulliyah ialah member hokum atas tiap-tiap fard (memberi hokum atas satu-satunya tanpa ada pengecualian) seperti perkataan kita, bahwa tiap-tiap manusia itu dapat menerima pelajaran, tiap-tiap binatang tidak dapat hidup tanpa makanan atau minuman.
2.      Aljuz’iyah ialah pemberian hokum atas sebagian afrad (afrad dari kulliyah). Contoh: sebagian pelajar sampai pada tingkataan atas.artinya walaupun dari orang yang sampai hanya satu orang, ini pun dapat juga disebut sebagian.
3.      Alkullu ialah pemberian hokum terhadap gabungan atau pemberian hokum secara global, tidak memandang detailnya. Contoh: keluarga-keluarga IAIN, pandu-pandu agama.
4.      Aljuzu’ sesuatu yang tersusun dari padanya dan dari yang lain dan jadi terbentuk merupakan kullu. Contoh: kursi, baju, pintu, dan sebagainya.
E. Isim
Pembagian isim:
1.      Dipandang dari segi mad-lulnya isim, isim dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Isim zat yaitu suatu isim yang menunjukan suatu zat yang dapat dilihat oleh panca indra walaupun isim tadi lafadhnya merupakan lafadh kulli, tapi lafadh kulli yang afradnya yang dapat disaksikan dengan pancaindra. Contoh isim zat yaitu: pemuda, sekolah, anak-anak, pinsil, rumah dan sebagainya.
b.      Isim makna yaitu suatu isim yang menunjukan suatu sifat yang dapat dibuktikan dalam isim zat. Dan ini pun sama dengan lafadh yang mufrad dan kulli. Contoh isim makna yaitu: putih, hitam, berani, manjur, kuat, dan sebagainya.
2.      Isim dipandang dari segi ada atau tidaknya mad-lul isim itu.
a.       Isim Muhashal yaitu menghasilkan; membuktikan adanya isi lafadh, atau disebut positif. Contohnya: Muhammad, Ali, kuat-lemah, panjang-pendek, dan sebagainya.
b.      Isim Ma’dul yaitu suatu lafadh yang menunjukan tidak adanya suatu yang ada (baik yang merupakan zat maupun sifat).
c.       Isim Adami yaitu suatu lafadh yang menunjukan tiadanya suatu sifat yang sesungguhnya sesuatu itu bersifat sesuatu. Seperti: botak, buta, tuli, mandul, dan sebagainya.
3.      Pembagian isim kepada musytarak lafdhi dan mutaradif.
a.       Musytarak lafdhi yaitu suatu lafadh yang mengandung beberapa makna dengan arti bahwa beberapa arti itu bernaung dalam suatu lafadh. Contoh musytarik lafdhi yaitu: kaki, kepala, mata, tangan, kata-kata tersebut mempunyai beberapa pengertian seperti mata, dapat diartikan sebagai mata air, mata-mata, dan sebagainya.
b.      Mutaradif ialah beberapa lafadh yang mempunyai arti sama (sinonim). Adapun contohnya yaitu: insan=basyar=manusia=orang.
F. Taqabul Lafadh (pertimbangan lafadh)
disini akan kami kemukakan beberapa contoh:
-          Hewan tak hewan
-          Manusia tak manusia
-          Bapak anak
-          Hadir ghoib
-          Hitam putih
-          Melihat buta
Lafadh yang semacam ini disebut lafadh mutaqabilah (berimbang). Kalau kita perhatikan tiap-tiap lafadh itu, tidak dapat kumpul dlam satu waktu dan satu tempat. Maka dari itu dapat kami ambil kesimpulan bahwa ta’rif taqabul lafadh ialah sebagai berikut:
1.      Lafadh yang maknanya tak dapat kumpul dalam suatu barang dan dalam suatu hokum.
2.      Lafadh yang maknanya tak dapat kumpul dalam suatu barang pada waktu yang sama.
Taqabul itu ada beberapa macam.
Contoh:
a.       Taqabul naqidhain (contra dictories) yaitu dua lafadh yang tidak akan dapat berkumpul  bersama-sama dalam satu maudhu dan satu waktu, contohnya ialah: manusia tak manusia, hewan tak hewan, genap tak genap, dan sebagainya.
b.      Taqabul dhidaini (cotraries) ialah dua keadaan yang ada yang tak dapat kumpul keduanya dalam satu waktu, tapi kemungkinan keduanya itu hilang semuanya dalam waktu itu juga, karna adanya keadaan yang lain dari keduanya. Contoh taqabul dhidaini seperti: hitam dan puti, panas dan sejuk, duduk dan berdiri, dan sebagainya.
c.       Taqabul mutadhayifain (alternative term) yaitu satu sama lain sandar menyandarkan. Contoh dari taqabul mutadhayifain seperti: bapak dan anak, murid dan guru, mubtada dan khabar, dan sebagainya.
G. Lafadh Kulli
            Lafadh kulli dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, telah kita ketahui bahwa arti kulli ialah suatu lafadh yang mengandung beberapa afrad yang bersamaan dalam lafadh kulli itu. Akan tetapi jika kita selidiki kenyataan nya tidak semua lafadh kulli seperti apa yang kita pahami tadi. Ada kala nya lafadh kulli itu ada yang mengandung afrad yang dapat dibuktikan kenyataan nya dan ada yang sama sekali tidak dapat dibuktikan kenyataan nya.
Contoh:
Sekutu allah itu lafsdh kulli tapi wujud nya tidak ada. Tidak adanya itu menurut akal fikiran; ada yang tidak adanya itu menurut kebiasaan, seperti: gunung emes, kulliah yang ada wujud nya itu boleh jadi wujud nya hanya satu atau lebih dari  satu. Arti nya boleh jadi terbatas atau tidak. Yang terbatas seperti keadaan isi alam yang sudah didapat menurut ilmu pengetahuan.